Berita

Aartje Tehupeiory Ungkap Urgensi Regulasi Masyarakat Hukum Adat

Image

Senin, 28 Februari 2022 | 21:36 WIB
Oleh : Carlos KY Paath / CAR

Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, Aartje Tehupeiory mengungkap urgensi regulasi masyarakat hukum adat. Secara khusus, Aartje memandang penting untuk segera disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat. Hal ini disampaikan Aartje dalam webinar bertajuk “Urgensi Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat” di Jakarta, beberapa waktu lalu.

“Segera lakukan pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat untuk menjaga kelestarian budaya, adat istiadat, dan tanah adat. Dibutuhkan strong political will untuk secepatnya menerbitkan regulasi yang mengakui eksistensi masyarakat adat. Laksanakan program hutan kemasyarakatan untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan hutan,” kata Aartje dalam keterangannya, Senin (28/2/2022).

Aartje mengatakan RUU Masyarakat Hukum Adat pernah dibahas oleh DPR pada periode kedua pemerintahan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Penggodokan RUU tersebut sudah dilakukan, bahkan sampai tingkat panitia khusus (pansus). Namun, sampai dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), RUU Masyarakat Hukum Adat tak kunjung rampung. “Harapannya, tentu RUU Masyarakat Hukum Adat segera dibahas dan disahkan,” tegas Aartje.

Aartje menuturkan masyarakat adat rentan mengalami kriminalisasi, bahkan terusir dari hutan adatnya akibat konflik melawan korporasi yang telah mengantongi izin dari pemerintah. Aartje melalui penelitiannya pernah menemukan adanya pemidaan terhadap petani yang secara turun-temurun tinggal di kawasan hutan. Contohnya di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Petani menebang pohon jati yang ditanam sendiri sebagai mata pencaharian justru dianggap melakukan kejahatan.

Aartje meyebut terdapat sejumlah faktor penyebab konflik agraria atas hutan adat. Misalnya, perampasan dan penyerobotan lahan sewenang-wenang, sengketa tapal batas, ketidakpastian dan diskimnasi hutan, banyak masyarakat adat tidak mengetahui hukum sampai mudah kalah, penyerapan aspirasi, paritipasi, soaliasi kepada masyarakat kurang. Kemudian, tumpang-tindih perizinan, tata ruang juga regulasi, dan lain-lain.

“Kesatuan-kesatuan masyarakat adat terancam eksitensinya. Ini sesuai penelitan saya. Ternyata terjadi perampasan lahan ruang di ruang lingkup masyarakat adat atau konflik agaria yang melibatkan lahan jutaan hectare untuk perkebunan, pertambangan, dan infrastruktur. Masih terjadi kriminalisasi terhadap masyrakat adat,” ucap doktor hukum dari Universitas Indonesia ini.

Sementara itu, Senator Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang mengtakan masyarakat hukum adat sudah mengenal konsep pembangunan berkelanjutan, jauh sebelum para pemimpin global bicara soal ini. Teras menegaskan DPD berkomitmen dan mendorong agar lahir undang-undang (UU) yang mengakui, melindungi dan memberdayakan masyarakat hukum adat. Prinsipnya, DPD menghormati eksistensi dan keberadaan nilai-nilai lokal.

“RUU Masyarakat Hukum Adat mesti dapat menjawab mandat pengakuan dan penghormatan terhadap hak tradisional masyarakat adat yang ada dalam konstitusi. Terlebih, terkait dengan penguasaan dan pengelolaan tanah ulayat atau hutan adat. Isu pertanahan sebagai bagian dari hak tradisional masyarakat adat ini adalah isu krusial dan paling vital dalam soal pengakuan, Pelindungan, dan pemberdayaan masyarakat adat sehingga mesti dikawal bersama,” kata Teras.

Teras mengatakan RUU Masyarakat Hukum Adat sangat penting untuk diselesaikan dan dihadirkan. Parlemen mesti memberi prioritas terhadap RUU ini. DPD berkomitmen mendukung masyarakat hukum adat untuk memperoleh haknya sesuai prinsip keadilan sosial dalam Pancasila. Terutama agar masyarakat hukum adat diakui, dilindungi, diberdayakan melalui beragam program yang didukung pendanaan memadai.

Gubernur Kalteng dua periode ini pun berpesan kepada kepala daerah agar memberi prioritas terhadap upaya pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat hukum adat lewat kebijakan di daerah. “Semoga dengan upaya bersama, kita dapat melindungi kelestarian nilai dan kearifan lokal masyarakat adat yang merupakan sumber nilai yang digali oleh Bung Karno, sehingga menghasilkan Pancasila,” kata Teras Narang.

Sumber:

https://www.beritasatu.com/nasional/896701/aartje-tehupeiory-ungkap-urgensi-regulasi-masyarakat-hukum-adat/?view=all