Audra Jovani, Dosen Ilmu Politik UKI : Tujuan RUU TPKS Perkuat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Negara RI

Jakarta – Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa perlindungan terhadap korban kekerasan seksual perlu menjadi perhatian bersama, utamanya kekerasan seksual pada perempuan yang mendesak harus segera ditangani. Untuk itu, Presiden mendorong langkah-langkah percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang hingga kini masih berproses. Presiden berharap RUU TPKS ini segera disahkan sehingga dapat memberikan perlindungan secara maksimal bagi korban kekerasan seksual di Tanah Air. Hal ini menjadi bukti keseriusan dari presiden atas masalah ini.
Hal ini ditanggapi Audra Jovani, Dosen Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia yang menjelaskan, bahwa dimana proses pembuatan kebijakan yang dilakukan di lembaga legislatif terkait dengan RUU TPKS memang mengalami proses yang panjang dan lama, dari tahun 2016 sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) namun, sampai dengan akhir tahun 2021 yang lalu belum disahkan.
Masih berdasarkan data Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SNPHPN) tahun 2021 yang lalu kata Audra Jovani, sebanyak 26% atau 1 dari 4 perempuan usia 15 hingga 64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan atau selain pasangan. Selain itu, 34% atau 3 dari 10 anak laki-laki dan 41,05% atau 4 dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis atau lebih kekerasan selama hidupnya (SNPHPN, 2021).
“Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa tujuan mulia RUU TPKS adalah memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di negara kita, di mana terdapat keterbatasan instrumen hukum, dalam regulasi KUHP yaitu hanya mencakup dua hal, yaitu pemerkosaan dan pelecehan seksual/pencabulan. Sementara, dalam RUU TPKS mengklasifikasikan kekerasan seksual dalam 9 kategori dengan definisi yang lebih luas dan mampu lebih menjerat pelaku,” ujarnya memaparkan Jumat (7/1/2022).
Kata Audra Jovani kembali, Pemerintah dalam pernyataan Presiden Joko Widodo sangat jelas, bahwa RUU harus dikawal dengan koordinasi langsung dari dua Kementerian (Kemenkumham dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). Hal ini berarti merupakan langkah cepat agar proses pengesahan RUU ini dapat segera dilakukan diawal tahun 2022 ini. Selain itu, menurutnya, seluruh lapisan masyarakat (akademisi, pemerhati perempuan dan anak, Komnas Perempuan, KPAI, komunitas lain) dapat bersama-sama mendesak pimpinan DPR untuk mengesahkan RUU ini karena tujuan dari RUU ini adalah pencegahan dan penangangan kekerasan seksual yang utamanya adalah melindungi korban.
“Namun demikian, kita patut bersyukur Fraksi-fraksi di DPR RI mayoritas menyetujui RUU TPKS ini, berarti ini merupakan kabar baik dalam proses pembuatan kebijakan yang pro terhadap perempuan dan anak (korban perempuan dan anak),” pungkasnya. (lian)